Cari Blog Ini

Minggu, 05 Oktober 2008

HIKMAH PUASA SYAWAL YANG TERPENDAM

HIKMAH PUASA SYAWAL YANG TERPENDAM

Oleh: Khotim Fadhli*)

Bulan yang penuh rahmad yakni bulan Ramadhan telah berlalu, namun itu bukan berarti tidak bisa beramal dan beribadah lagi. Nilai secara syar’i mungkin tidak sebesar bulan Ramadhan, namun sesungguhnya fase setelah Ramadhan jauh lebih besar tantangan dan hambatan yang akan ditemui. InsyaAlloh jika berhasil, maka pada saat bertemu lagi dengan Ramadhan, kualitas ibadah yang dilakoni akan lebih baik karena sudah terbiasa mengamalkannya selama 11 bulan pada senggang bulan Ramadhan.

Sorak idul fithri masih terngaung dalam benak, walaupun gema takbir dapat didengar gemuruh semalam saja. Puasa Ramadhan telah usai dilalui bersama walaupun masih banyak yang punya tanggungan (hutang) karena berhalangan terutama mulimah yang pasti kedatangan tamu sebagai rutinitas bulanan dalam perwujudan kodratnya sebagai seorang kaum hawa (perempuan).

Syawal seakan-akan adalah masa merdeka bagi mereka yang masih belum secara hakiki memahami makna puasa sehingga terkesan syawal adalah saatnya balas dendam pemuas nafsu dengan makan sepuas-puasnya. Sehingga tidak kaget jika puskesmaspun berlebaran karena banyaknya pasien dan banyak pula toko ataupun apotik yang laku keras adalah obat sakit perut/diare.

Islam adalah agama rohmatallil’alamin. Sebagai bukti, islam menganjurkan untuk berpuasa di bulan syawal sebagai penetralisir nafsu yang dimunculkan setelah sebulan lamanya berpuasa. Sebab banyak munculnya penyakit itu sebenarnya akibat dari terlalu berlebihannya manusia karena tergoda oleh nafsu yang menghinggap dan banyak manusia yang belum sadar akan bahaya berlebihan tersebut.

Puasa di bulan syawal hukumnya sunnah dan berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW lamanya adalah 6 hari serta tidak harus ditempuh secara berturut-turut. Dari Abu Ayyub rodhiyallahu anhu:“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup’.”[Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, At-Tirmidzi 1164]

Hal-hal yang berkaitan dengannya adalah:

1. Puasa Syawal dijalankan selama 6 hari dan dilakukan hanya di bulan Syawal

Namanya saja puasa syawal, jadi hanya dijalankan pada bulan syawal. Daripada Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, yang bermaksud: “Siapa berpuasa Ramadhan, lantas disambung dengan enam hari pada Syawal, maka dia bagaikan berpuasa selama setahun.” (Hadith riwayat Al-Bazzar).

2. Tidak harus dilaksanakan berurutan/berturut-turut.

“Hari-hari ini (berpuasa Syawal) tidak harus dilakukan langsung setelah Ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah ‘Id, dan mereka boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal, dan ini (hukumnya) tidaklah wajib, melainkan sunnah.” [Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa’imah lil Buhuuts wal Ifta’, 10/391].

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Shahabat-shahabat kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa 6 hari Syawal. Dari hadits ini mereka berkata: sunnah mustahabah melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal, tapi jika seseorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, ini juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut”.

3. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

“Jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal, karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan 6 hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu”[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa’imah lil Buhuuts wal Ifta’, 10/392].

Ada pendapat lain yaitu ‘bagi perempuan sah-sah saja jika hendak puasa syawal terlebih dahulu, baru melunasi hutang Ramadhan dengan pertimbangan karena waktu Syawal hanya sebentar (hanya 1 bulan)’. Khawatirnya tidak cukup waktunya untuk puasa syawal karena perempuan tiap bulannya pasti akan kedatangan tamu (haid) rata-rata 7 sampai 10 hari.

Hikmah atau rahasia puasa enam hari pada bulan Syawal adalah untuk mendidik kesabaran insan, sekaligus tidak menjadikan Hari Raya sebagai tempoh untuk membalas dendam yaitu dengan mengambil berbagai makanan lazat yang terhidang sepuas-puasnya selepas sebulan berpuasa. Selain itu, akan memberi kesempatan kepada tubuh badan untuk menyesuaikan diri sesudah dilatih sebulan penuh menahan lapar dan dahaga.

Barangkali ada kemungkinan amalan puasa kita pada Ramadhan berkurangan atau pun cacat sedikit, maka puasa enam Syawal adalah sebagai penampal terhadap kekurangan atau kecacatan itu. Bagi wanita yang tidak dapat berpuasa penuh pada Ramadhan, maka puasa enam memberi peluang yang baik kepada mereka untuk menggantikannya di samping mendapat pahala puasa sunat. Ia juga dapat mengelakkan budaya atau sikap suka melewat-lewatkan qada puasa sehingga Ramadhan hampir menjelang pada tahun akan datang.

Berbagai ganjaran dan kelebihan yang diperoleh umat Islam jika mereka merebut peluang melaksanakan puasa enam pada Syawal ini. Imam Ahmad dan An-Nasa’i, meriwayatkan daripada Tsauban, Rasulullah SAW, bersabda yang bermaksud: “Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) 10 bulan sedangkan puasa enam hari (pada Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh.” (Hadith riwayat Ibnu Khuzaimah & Ibnu Hibban).

Oleh karena itu, marilah kita semua berlomba-lomba dalam hal kebaikan dengan mau mengambil peluang puasa pada bulan syawal sebagai bukti syukur kita kepada Allah karena telah diberi kenikmatan kesehatan sehingga kita bisa bertemu bulan syawal dan semoga kita akan dipertemukan lagi pada bulan Ramadhan dan syawal berikutnya. Amin.

*)Khotim Fadhli, Mahasiswa Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Jombang dan anggota KPK (Komunitas Penulis Kampus) STKIP PGRI Jombang

Tidak ada komentar: