Cari Blog Ini

Senin, 13 Juli 2009

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA

"BAG CART SEBAGAI DESAIN ALTERNATIF GEROBAK PEDAGANG ES DI JOMBANG"

oleh : Khotim Fadhli, Siti Munawaroh, M. Fatih Sururi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Desain memainkan peranan penting dalam membuat berbagai produk atau barang yang akan kita pasarkan. Desain akan sangat membantu dalam proses kreativitas seseorang termasuk penjual sehingga produk yang akan dijual lebih menarik, terutama jika desain tersebut bisa membuat ketertarikan dengan memunculkan sesuatu yang baru bagi konsumen. Sehingga desain mengandung ide yang lebih luas dari pada hanya sekedar bentuk produk yang ditawarkan. Dengan desain dapat menciptakan dan membuat suatu ketertarikan pada produk atau barang yang akan dipasarkan apabila mau mengola dan membuatnya sekreatif mungkin, dengan sebuah desain yang unik atau sebelumnya belum digunakan pada produk atau barang yang akan dipasarkan maka akan memunculkan sesuatu yang baru yang bisa mengundang ketertarikan konsumen.

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak ataupun penjual yang tidak memiliki tempat yang tetap untuk menjual barang dagangannya. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Sehingga yang menjadi ciri khas dari pedagang kaki lima adalah dengan membawa dan memakai gerobak, karena dengan gerobak tersebut para pedagang kaki lima (PKL) bisa membawa barang dagangan dan bisa melayani konsumen sesuai dengan apa yang dijual para pedagang. Selain itu, PKL selalu identik dengan gerobak yang dipakai jualan, dengan berbagai bentuk dan mode yang disesuaikan dengan barang dagangan yang mereka jual.

Gerobak merupakan salah satu hal terpenting bagi PKL, sebab gerobak merupakan salah satu media utama dalam menjual barang dagangan mereka, dan sebagai tempat barang-barang dagangan mereka. Dengan gerobak itu pula para PKL berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena sumber penghasilan utama perekonomian para PKL adalah dari berjualan dengan menggunakan gerobak. Melihat keadaan tersebut, menjadi pemandangan umum di beberapa sudut kota yang ada dibeberapa wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Jombang. PKL sangat identik dengan gerobaknya karena dengan gerobak sebagai alat dan media berdagang yang merupakan rantai perekonomian dari para PKL.

Pedagang kaki lima merupakan salah satu usaha alternatif di tengah meningkatnya jumlah pengangguran dalam masyarakat. Dengan demikian profesi PKL menjadi pilihan yang banyak ditempuh oleh sebagian masyarakat dengan taraf ekonomi bawah yang hanya mempunyai sedikit modal namun mempunyai keinginan besar untuk tetap bertahan memenuhi kebutuhan ekonominya.

Kemudahan dan efisiensi yang dirasakan oleh PKL turut memicu terhadap meningkatnya jumlah PKL yang ada di kabupaten Jombang. Sehingga pada setiap tahunnya jumlah PKL meningkat tajam, fenomena ini dapat dilihat dengan semakin padatnya fasilitas-fasilitas umum di kabupaten Jombang yang dijadikan tempat mangkalnya PKL.

PKL dengan gerobak konvensional yang mereka gunakan sebagai media untuk berjualan, menimbulkan kontroversial atas dasar kepentingan umum. Dalam kacamata masyarakat, khususnya Pemerintah Kabupaten Jombang, keberadaaan PKL dinilai mengganggu pemandangan kota Jombang, hal ini berarti mengurangi keindahan kota. Keberadaan mereka juga dinilai akan menimbulkan kesemerawutan kota, dan lebih jauh bertentangan dengan tata kota yang telah ditetapkan oleh pemerintah terkait.

Pada sisi yang lain lain, bagi pemerintah keberadaan PKL yang sulit untuk ditertibkan oleh Pemerintah Daerah, merupakan penyebab perusak pemandangan kota dan fasilitas-fasilitas umum. Dengan menggunakan dalil tersebut seringkali Pemerintah Kabupaten Jombang, dengan mengatasnamakan penertiban tata kota dan keindahan tempat-tempat umum, menggusur PKL secara paksa tanpa ada relokasi yang jelas dan tidak diberikan solusi untuk tetap terjaminnya usaha namun tidak sampai menganggu ketertiban dan keindahan kota. Sebagai contoh kasus penggerebekan dan penggusuran PKL di kawasan Kebon Rojo, Jalan Merdeka dan kawasan Simpang Tiga yang dilakukan hampir setiap tahun, terutama menjelang penilaian Adipura.

Penggerebekan yang dilakukan pemerintah daerah melalui Satpol PP tersebut dilakukan tanpa adanya pengarahan sesudah dan sebelumnya. Oleh karenanya, penggerebekan yang dilakukan tersebut dipastikan mendapat perlawanan dari para PKL yang merasa dirugikan, dan dari tahun ke tahunnya selalu menjadi masalah yang tidak kunjung terselesaikan.

Menurut PKL upaya penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten sekedar untuk mengejar sebuah prestise, dengan memperoleh Adipura, kerap sekali aksi penggusuran terhadap pedagang kaki lima (PKL) menjadi kejadian lazim dan rutinitas tahunan yang dilakukan. Pada saat penilaian kota adipura berlangsung, beberapa PKL dengan terpaksa harus berhenti aktifitasnya. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran mereka akan adanya penggusuran yang dapat mengakibatkan kerugian bagi diri mereka. Padahal jika mereka selalu tergusur, maka kecil kemungkinan untuk dapat memperoleh lapangan kerja yang baru, dan itu berarti bertambahnya jumlah pengangguran daerah.

Dengan mencoba untuk memperhatikan kepentingan kedua belah pihak, yang mana di sisi lain PKL ingin tetap memenuhi kebutuhan ekonominya, dan sisi lain pemerintah juga berkeinginan untuk menjaga tentang keindahan kota serta fasilitas-fasilitas umum, maka semestinya ada cara yang bisa dilakukan untuk dapat mempertemukan kepentingan kedua belah pihak dalam rangka mencari solusi yang tepat dan saling menguntungkan. Disamping itu, PKL semestinya berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menepis penilaian ”merusak pemandangan kota” yang ditujukan kepada mereka.

Salah satu cara alternatif yang dapat digunakan adalah dengan merubah desain gerobak yang dapat menambah kelokan dan keindahan lingkungan kota. Di samping untuk meningkatkan penghasilan PKL dengan desain gerobak yang efisien dan efektif sebagai media jualan PKL.

Diantara sekian banyak PKL, ada kelompok PKL yang secara khusus menjual es sebagai bahan dagangan mereka. Bag Cart didesain sebagai gerobak alternatif untuk PKL es yang ramah lingkungan, efisien, efektif dan dapat menghilangkan kesan perusuh lingkungan kota.

1.2. Rumusan Masalah

Memperhatikan kondisi di Jombang yang sebagian masyarakatnya berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya dengan cara menjadi PKL, dalam hal ini bagi PKL es, maka perlu adanya solusi alternatif yang bisa ditransformasikan pada masyarakat Jombang, maka penulisan ini mengajukan rumusan masalah berikut: Bagaimana konsep Bag Cart sebagai desain alternatif gerobak pedagang es di kabupaten Jombang?

1.3. Tujuan dan Manfa’at

Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan inovasi desain gerobak PKL terutama pedagang es yang lebih efisien dan dapat menambah keindahan kota serta tidak dianggap mengganggu ketertibannya

Manfaat dari penulisan ini adalah agar dapat mewujudkan keselarasan antara pihak pemerintah dan pihak PKL terutama pedagang es sehingga kepentingan kedua belah pihak dapat terlaksana tanpa ada satu pihak yang merasa dirugikan

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Pengertian Desain

Pengertian desain sangat bervariatif, tergantung penggunaan akan desain tersebut. Sebagaimana beberapa pengertian desain berikut ini ;

Desain adalah suatu ide besar, yang meliputi desain produk, desain jasa, desain grafis, dan desain lingkungan. Desain merupakan sekumpulan alat dan konsep untuk membantu persiapan produk-produk dan jasa-jasa yang berhasil. (Marketing Insights from A to Z by Philip Kotler, 2003;55).

Pengertian desain menurut terminologinya dari bahasa Latin (desionare) atau bahasa Inggris (design). John Echols (1975) dalam kamusnya mengatakan sebagai potongan, pola, model, mode, konstruksi, tujuan dan rencana. Sedangkan Kamus Webster (1974), pengertiannya adalah gagasan awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, proyek, hasil yang tepat, produksi, membuat, mencipta, menyiapkan, meningkatkan, pikiran, maksud, kejelasan dan seterusnya.

www.WordPress.com

Desain adalah suatu proses merancang rancangan. Merupakan tahap penerjemahan dari keperluan atau data yang telah dianalisis ke dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh pemakai (user).

http://www.total.or.id/info.php?kk=design

Menurut Agus Mulyadi Utomo, Khusus dalam seni rupa, desain diartikan sebagai pengorganisasian atau penulisan elemen-elemen visual sedemikian rupa menjadi kesatan organik dan harmoni antara bagian-bagian serta secara keseluruhan.

http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2004/4/18/ars1

Desain diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, “desain” memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru”. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.

http://id.wikipedia.org/wiki/Desain

2.2. Pengertian PKL

Pengertian Pedagang Kaki Lima sangat bervariatif, diantaranya yaitu :

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_Kaki_Lima

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan. Terlepas yang mana arti yang paling benar, kedua-duanya adalah masalah yang dimaksud dan sedang dihadapi kota-kota di Indonesia saat ini.

http://veronicakumurur.blogspot.com/2006/08/pedagang-kaki-lima-pkl-dan-potensinya.html

PKL yaitu 'menjual atau menawarkan barang-barang (termasuk sembako) di jalan' (Pedoman Street Trading di District Shipway, FOLKESTONE, Inggris). Dijelaskan yang termasuk jalan adalah: semua jalan, highway, trotoar, pantai dan tempat-tempat umum lainnya, di mana masyarakat umum dapat menggunakannya tanpa harus membayar.

http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=SuratPembaca&id=103126

Menurut santoso, Pedagang kaki Lima (PKL) dalam dunia bisnis lebih dikenal sebagai usaha sektor informal, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedian secara formal;

b. Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha;

c. Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik, dalam arti lokasi maupun jam kerja;

d. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini;

e. Unit usaha berganti-ganti dari satu sub-sektor ke sub-sektor lain;

f. Teknologi yang digunakan masih tradisional;

g. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil;

h. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja;

i. Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one man enterprise, dan kalau ada pekerja, biasanya berasal dari keluarga sendiri;

j. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri, atau dari lembaga keuangan tidak resmi;

k. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa berpenghasilan rendah atau menengah.

http://ssantoso.blogspot.com/2008/07/konsep-sektor-informal-pedagang-kaki_28.html.

2.3. Pengertian Gerobak

Gerobak mempunyai sutu ciri khas, sehingga mempunyai suatu pengertian berikut ini :

Gerobak adalah sebuah kendaraan atau alat yang memiliki dua atau empat buah roda yang digunakan sebagai sarana transportasi. Gerobak dapat ditarik oleh hewan seperti kuda, sapi, kambing, zebu atau dapat pula ditarik oleh manusia. Kereta (Inggris: wagon) adalah sejenis gerobak dengan empat buah roda untuk transportasi yang lebih berat ditarik oleh sedikitnya dua kuda. http://id.wikipedia.org/wiki/Gerobak

Gerobak merupakan alat atau media yang digunakan oleh penjual sebagai tempat untuk berjualan, memasak, dan mengolah bahan yang akan dijual oleh para PKL. Sedangkan dari sisi ukurannya, gerobak dibagi menjadi tiga, yaitu: besar, sedang, dan kecil (mini). Selain berdasarkan fungsi dan kegunaannya di atas, gerobak juga di desain berdasarkan selera pembuatnya (Masyhari; 2009).

2.4. PKL dan HAM

Secara khusus tidak ada peraturan yang menjelasakan dan menjamin tentang hak-hak Pedagang Kaki Lima, namun kita dapat menggunakan beberapa produk hukum yang dapat dijadikan landasan perlindungan bagi Pedagang Kaki Lima. Ketentuan perlindungan hukum bagi para Pedagang Kaki Lima ini adalah :

Pasal 11 UU nomor 39/1999 mengenai Hak Asasi Manusia : “ Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.”

Pasal 38 UU nomor 39/1999 mengenai Hak Asasi Manusia : (1) “ Setiap warga Negara, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.”

Berdasarkan pengamatan terhadap praktik kebijakan perkotaan terhadap PKL selama ini, ada beberapa alasan yang membuat banyak kota-kota gagal mengelola PKL dengan baik. Alasan pertama terkait dengan sikap dan perspektif yang ambivalen, di satu sisi keberadaan PKL dianggap sebagai ‘penyelamat’ karena telah menyediakan lapangan kerja, memberikan kemudahan bagi warga untuk mendapatkan barang dengan harga murah, menambah daya tarik kota, dan membuat kota menjadi ‘hidup’. (Team Kombas ; Thursday, 02 August 2007)


BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Metode yang kami gunakan dalam pengumpulan data untuk penulisan karya tulis ini adalah:

1. Studi Pustaka (Library Research)

Yaitu suatu kegiatan mempelajari buku-buku literatur dan sumber lain yang ada hubungannya dengan penulisan ini.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Yaitu kegiatan mencari data yang dilakukan langsung terjun ke lapangan (sebagian pedagang es di Jombang).

Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan karya tulis ini dilakukan dengan teknik sebagai berikut:

a. Wawancara (intervew)

Menurut Suharsimi Arikunto (2006;155), wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukakan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam penulisan tulisan ini, penulis melakukan wawancara secara langsung kepada beberapa pedagang es di Jombang

b. Pengamatan / Observasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006;156), observasi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra atau pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenonema-fenonema yang diselidiki. Dalam penulisan ini, penulis melakukan observasi secara langsung pada pedagang es di Jombang yang dilakukan secara sistematis yaitu pengamatan yang berpedoman pada rancangan atau pedoman sebagai instrumen pengamatan.

c. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006;158), Metode dokumentasi yaitu cara mencari data atau hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, makalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda, dan sebagainya. Adapun instrumen yang dipakai adalah chek list yaitu daftar yang akan dikumpulkan datanya, dalam hal ini penulis memberikan tanda pada setiap pemunculan gejala yang dimaksud yaitu gejala-gejala yang ada pada pedagang es di Jombang.

3.2. Populasi dan Sampel

a. Penentuan Populasi

Suharsimi Arikunto (2006;130) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan obyek penulisan dan merupakan sekumpulan orang atau obyek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus.

Dalam penulisan ini yang dijadikan obyek penulisan atau populasi adalah seluruh pedagang kaki lima (PKL) es yang ada di Jombang yang jumlahnya mencapai 112.

b. Penentuan Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2006;131) yang dimaksud Sampel adalah sebagaian atau wakil populasi yang diteliti semacam miniatur dari populasi yang diteliti. Penulis karya tulis ini mengambil sampel sebagaian pedagang es dengan sistem random (acak), yaitu 25 unit PKL es yang tersebar di berbagai tempat mangkal PKL yang ada di Jombang.

3.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam mengolah data yang telah diperoleh penulis, menggunakan pendekatan kualitatif yang mana hasil analisis diperoleh dari hasil pengamatan data dan didiskusikan secara kelompok berdasarkan referensi yang dicari.

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

4.1. Analisis

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan usaha mikro kecil menengah yang banyak dijumpai di beberapa tempat/lokasi. Lokasi yang menjadi sasaran mangkalnya PKL adalah tempat yang ramai dilewati orang ataupun pusat berkumpulnya orang, misalnya; trotoar, alun-alun kota, dan lain-lain. Jenis barang yang diperdagangkan PKL sendiri terdiri atas berbagai macam, misalnya; nasi goreng, bakso, makanan-makanan ringan, dan yang paling banyak adalah macam-macam es.

Pedagang kaki lima (PKL) kebanyakan bermodal kecil yang menjalankan profesi ini hanya untuk memenuhi tuntutan biaya hidup yang semakin tinggi. Kebanyakan pula dari mereka tidak mempunyai keahlian. Mereka hanya punya semangat untuk bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat dan mempunyai keinginan besar untuk tetap bertahan memenuhi kebutuhan ekonominya. Sehingga pilihan mereka adalah berjualan keliling atau menjadi pedagang kaki lima. Pilihan tersebut sepertinya menjadi pilihan yang mudah untuk dilakukan, karena hanya memerlukan modal sedikit serta tidak memerlukan prosedur yang sulit untuk menjalankannya. Dan justeru karena demikian, dan tidak adanya peraturan yang mengatur tentang keberadaan PKL, maka seringkali keberadaan PKL dianggap menjadi persoalan yang serius bagi pemerintah.

Menurut Alisjahbana, solusi yang paling tepat adalah yang berpijak pada faktor-faktor pendorong adanya PKL sebagai salah satu sektor informal perkotaan. "Pembangunan yang tidak merata, hanya terpusat di Kota menyebabkan Sektor ini menjadi tidak terhindarkan,". Menurutnya, ada tujuh alasan yang melatarbelakangi kemunculan PKL. Sebagaimana dilansir oleh Jawa Pos (25/1), di kolom Opini berjudul Mencari Akar Masalah dan Solusi PKL, ”Mereka ada karena terpaksa karena tiada Pekerjaan lain, ter-PHK, Rezeki yang halal, upaya mandiri, menghidupi keluarga, pendidikan rendah dan modal kecil, dan kesulitan kerja di tempat asal. Walapun demikian peran mereka sangat besar, bisa memecahkan 10% kemiskinan Kota”.

Alisjahbana juga mengajukan gagasan perlunya disusun konsep yang mampu mengakomodasi PKL sebagai salah satu aktor ekonomi kota. Adapun dengan program penataan PKL, perlu pendekatan society participatory development yang ditunjang relasi yang egaliter. Pemerintah dan PKL adalah mitra yang sejajar dalam menggali potensi mereka" http://its.ac.id/berita.php?nomer=2598

Melihat kondisi riil PKL Es di Jombang, seharusnya ada solusi yang dapat menjembatani antara kepentingan pemerintah untuk menata kota secara tertib, indah, dan nyaman, dan kepentingan PKL Es untuk mengembangkan usahanya sebagai sumber perekonomian keluarga. Sehingga masing-masing bisa saling menunjang dan melengkapi.

Salah satu hal yang tampak mengganggu pemandangan adalah pada umumnya bentuk gerobak cukup besar memakan banyak tempat untuk berdirinya rombang, meskipun tidak sedang dipakai. Di samping juga dapat mengganggu lancarnya arus lalu lintas.

4.2. Sintesis

PKL es dengan gerobak konvensionalnya dapat mengganggu ketertiban, keindahan dan kanyamanan lingkungan, disamping tidak efisien dan tidak praktis untuk fleksibilitas PKL es sendiri.

Bag Cart sebagai desain alternatif gerobak pedagang es di jombang merupakan suatu desain gerobak yang akan membantu pedagang kaki lima (PKL) es yang bisa dibuat seefisien mungkin. Dengan gerobak ini, pedagang juga tidak terlalu kesulitan dalam membawa gerobak yang akan mereka gunakan untuk beraktifitas berdagang. Selain itu, Bag Cart juga tidak memerlukan proses yang terlalu sulit untuk memasang serta membongkarnya ketika dipakai sehingga relatif lebih praktis daripada gerobak konvensional.

Bag Cart yang penulis tawarkan membutuhkan bahan-bahan dasar yang mudah didapatkan sebagai berikut :

Mika dengan ukuran tebal 5 mm sebanyak 4,5m

Besi dengan ukuran diameter 1cm sebanyak 12m

Besi dengan ukuran diameter 2cm sebanyak 1,8m

Besi dengan ukuran diameter 3cm sebanyak 4m

Terpal peneduh 1,25 x 1,50m sebanyak 1buah

Tas untuk tempat Bag Cart (ketika tidak digunakan) sebanyak 1 buah

Dari bahan-bahan tersebut diperkirakan menghabiskan biaya sekitar Rp. 200.000,- sampai dengan Rp. 300.000,-. Dari rincian bahan-bahan di atas penulis berharap adanya pengurangan ukuran gerobak yang digunakan PKL, khususnya pedagang es, berarti tempat yang diperlukan untuk menggelar dagangan para PKL pun tidak terlalu banyak memakan fasilitas umum. Untuk itu penulis menawarkan sebuah desain Bag Cart sebagai bahan pertimbangan bagi para PKL untuk dapat segera berpindah dari desain gerobak lama ke Bag Cart. Untuk memudahkan pembawaan Bag Cart yang berisi barang-barang dagangan maka model Bag Cart didesain sedemikian rupa.




Gambar 1 : Bag Cart dalam bentuk awal


Dari bentuk awal yang berupa kubus tersebut akan berubah menjadi bentuk yang biasanya digunakan untuk berjualan





Gambar 2 : Bag Cart ketika digunakan untuk berjualan tanpa peneduh

Sedangkan untuk menghindari panas dan hujan biasanya pedagang menggunakan peneduh yang terbuat dari terpal. Dalam penggunaan Bag Cart ini penulis juga memberikan alternative untuk memberikan peneduh serta memberikan ruang untuk meletakkan barang-barang perlu disimpan di dalam sebuah tempat khusus untuk tetap menajaga keindahan penataan gerobak






Gambar 3 : Bag Cart ketika digunakan untuk berjualan dengan peneduh






Gambar 4 : bagian dalam kotak Bag Cart untuk menyimpan barang-barang

Barang-barang yang bisa diletakkan dalam kotak Bag Cart seperti; termos tempat es serta barang-barang dagangan lainnya.

Bag Cart hanya akan didirikan ketika aktifitas berdagang sedang dilakukan, ketika Bag Cart tidak digunkan maka gerobak yang terbuat dari bahan-bahan yang telah dikemukakan di depan dapat dimasukkan ke dalam tas yang telah disediakan yang hampir mirip dengan bentuk tas seperti tas camping.




Gambar 5 : bentuk tas untuk tempat Bag Cart ketika tidak sedang digunakan

Bag Cart praktis, bisa dilipat ketika tidak digunakan.



BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Pedagang kaki lima merupakan pedagang yang menjajakan dagangannya di pusat berkumpulnya masyarakat atau tempat yang biasa dilewati banyak orang. Misalkan pinggiran-pinggiran jalan, alun-alun kota, taman-taman kota, dan lain-lain. Mereka biasanya menjajakan dagangan yang merupakan barang-barang konsumsi.

Pemakaian gerobak konvensional oleh para PKL es tidak efisien, karena ukurannya yang besar, sehingga terlalu banyak memakan ruang (area), dan bisa mengakibatkan kemacetan lalu lintas apabila para PKL es mangkal dipinggir jalan, dan dalam kacamata pemerintah tentu dianggap mengganggu ketertiban dan mengurangi keindahan kota karena dari desain gerobak yang kurang menarik.

Dengan hal demikian maka dari penulis memberikan sebuah alternatif yaitu menawarkan sebuah desain gerobak yang disebut Bag Cart, keunikan dari Bag Cart selain bisa dilipat menjadi seperti bentuk tas rangsel yang mudah dibawah juga lebih praktis dalam pemakaian untuk dibuat berjualan.

5.2. Saran

1. Bagi PKL lebih kreatif di dalam mengembangkan usahanya

2. Bagi Pemerintah Kabupaten tidak mendiskritkan keberadaan PKL, dengan argumentasi tertentu, tetapi lebih menjadikan mereka sebagai salah satu potensi daerah yang dapat diberdayakan.




DAFTAR PUSTAKA

Gito S, Indrio. 2000. Manajemen Pemasaran. BPFE Yogyakarta.

http://lakpesdamjombang.org/home/index.php?option=com_content&view=article&id=34:demi-adipura-nasib-pkl-ditelantarkan-&catid=7:hot-news (28 Maret 2009; 11.23)

http://www.total.or.id/info.php?kk=design (1 April 2009; 20.20)

http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2004/4/18/ars1 (27 Maret 2009; 19.01)

http://id.wikipedia.org/wiki/Desain (27 Maret 2009; 19.14)

http://www.duniakampus.co.cc/2008/05/pengertian-penjualan.html (1 April 2009; 20.11)

http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_Kaki_Lima ( 1 April 2009; 20.30)

http://veronicakumurur.blogspot.com/2006/08/pedagang-kaki-lima-pkl-dan-potensinya.html ( 1 April 2009; 20.33)

http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=SuratPembaca&id=103126 ( 27 Maret 2009 ; 19.00 )

http://ssantoso.blogspot.com/2008/07/konsep-sektor-informal-pedagang-kaki_28.html ( 3 April 2009 ; 21.01 )

http://id.wikipedia.org/wiki/Gerobak ( 3 April 2009 ; 21.21 )

http://its.ac.id/berita.php?nomer=2598 ( 3 April 2009 ; 21.05 )

http://hetifah.com/artikel/penyebab-gagalnya-pengelolaan-pkl-di-perkotaan.html ( 3 April 2009 ; 21.38 )

Kotler, Philip. 2002. Marketing Management. Pearson Education Asia Pte & PT Prenhalindo. Jakarta

Kotler, Philip. 2003. Marketing Insights from A to Z. Pearson Education Asia Pte & PT Prenhalindo. Jakarta

Masyhari. 2009. Fenomena PKL di Jombang, bahan diskusi UKM Penalaran STKIP PGRI Jombang. Makalah. Jombang

www.WordPress.com (28 Maret 2009; 11.10)


Tidak ada komentar: